Berapa Mahar Nikah yang ideal?
Berapa Mahar Nikah yang ideal?
Oleh : KH. M. Nurul Huda, Lc., MA.
Youtube Channel : M. Nurul Huda
Pengasuh PP Attaslim Bintoro Demak
Permasalahan mahar dalam pernikahan merupakan pembahasan penting yang perlu diketahui. Pengetahuan ini akan menuntun umat muslim untuk menjalankan kewajiban sesuai dengan tuntunan syariah. Kiranya, beberapa hal perlu diluruskan terkait dengan mahar dalam pernikahan mengingat tren yang berkembang di masyarakat kurang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berikut beberapa catatan yang perlu diperhatikan:
Mahar dengan emas
Mahar dengan emas menjadi permasalahan pada era sekarang. Hal itu karena emas yang 22 karat misalnya, sebenarnya kurang dari aslinya. Ada yang disebut emas muda yang kadar karatnya sebenarnya kurang lebih 19,7, dan ada disebut 22 karat emas tua yang menurut kenyataan antara kurang lebih 20-22 karat. Jadi kenyataannya, kurang dari 22 karat.
Mahar dengan mashaf
Dalam hal mahar dengan mashaf, jumhur ulama membolehkan karena mengandung unsur mutaqawwam. Unsur mutaqawwam merupakan nilai ekonomis yang dimiliki oleh sebuah barang atau benda (bisa diperjualbelikan). Misal, ada barang berharga Rp.100.000,- atau Rp.200.000,-, maka barang tersebut mengandung unsur mutaqawwam karena memiliki nilai ekonomis tertentu. Memperhatikan hal tersebut, disimpulkan bahwa mahar dengan mashaf dinyatakan sah menurut jumhur ulama karena mengandung nilai ekonomis, yaitu nilai mutaqawwam.
Berkebalikan dengan jumhur ulama’, pendapat ba’dhul ulama’ sebagaimana disitir dalam Bidayatul Mujtahid oleh Ibnu Rusyd bahwa mashaf qur’an itu ghairu mutaqawwam, tidak mengandung nilai ekonomis. Oleh karenanya, mashaf qur’an tidak bisa diperjualbelikan. Dengan demikian, kalau ada orang ingin mendapatkan mashaf dari orang lain, maka dianggap tidak membeli namun lebih bersifat ganti ongkos cetak dari mashaf tersebut. Terkait dengan unsur ghairu mutaqawwam (tidak memiliki nilai ekonomis) tersebut, maka menurut sebagian ulama, mahar dengan mashaf dinilai tidak sah.
Lebih lanjut, Imam Nawawi dalam Attibyan menjelaskan bahwa ada dua pendapat di kalangan ulama Syafi’iyah dalam memandang hukum menjual mushaf. Namun demikian, menurut beliau, yang paling sahih dari dua pendapat tersebut adalah dimakruhkan menjual mushaf. Pendapat tersebut merupakan pernyataan Imam Syafi’i.
Menilik dari pendapat tersebut, patut diberlakukan kaidah fiqih ”الْخُرُوجُ مِنْ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ” – “al khuruj minal khilaf mustahabbun” (keluar dari perbedaan pendapat adalah disenangi). Menimbang asas keluar dari perbedaan pendapat adalah disenangi, disimpulkan bahwa mahar dengan mashaf kurang afdhal, meskipun terlanjur menjadi tradisi di Indonesia. Oleh karenanya, alangkah baiknya pemberian mahar tidak berupa mashaful qur’an.
Baca Juga: 40 Kaidah Fikih yang Wajib dipahami bagi Generasi Milenials( Part 1 )
Mahar mitsl
Mahar mitsl (mahar yang sama dengan lainnya) sebaiknya terbentuk di sebuah keluarga. Sebagai contoh di sebuah keluarga disepakati mahar sebesar 15 juta, yang bisa diikuti oleh anggota keluarga lainnya. Dan mahar mitsl itu sebaiknya dilaksanakan dengan ketentuan:
- Jangan terlampau mahal karena Rasulullah SAW bersabda”أعظمُ النساءِ بركةً أيسرُهنَّ صداقًا” “Wanita yang paling besar berkahnya ialah wanita yang paling mudah (murah) maharnya”. Dalam artian, mahar untuk wanita tersebut tidak memberatkan calon suami.
- Tetapi juga jangan terlampau murah, sebab al-Qur’anul karim menyebutkannya dengan kalimah qinthoron yang memiliki arti harta yang banyak.
وَإِنْ أَرَدتُّمُ ٱسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَىٰهُنَّ قِنطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا۟ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ أَتَأْخُذُونَهُۥ بُهْتَٰنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا.
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”_ [QS An-Nisa ayat 20].
Jadi untuk mahar mitsl, sebaiknya tidak terlampau mahal juga tidak terlampau murah. Berbeda jika calon suami tidak mampu, maka sebaiknya dengan mahar musamma (yang disebutkan) yang disepakati oleh pihak calon suami maupun calon istri.
Mahar mitsl hanya berlaku apabila mahar belum ditentukan di dalam akad nikah. Jadi apabila di dalam suatu akad nikah, mahar tidak disebutkan maka akan merujuk kepada mahar mitsl. Disinilah pentingnya pembentukan mahar mitsl.
Mahar Mementingkan Aspek Keindahan
Mahar jangan hanya memperhatikan aspek keindahan, disesuaikan dengan usia, tahun dan bulan. Seperti contoh mahar sebesar Rp.20.022,- yang mengharuskan mencari uang Rp.20.000,-, Rp.20,-, dan Rp.2,-. Kalau sudah Rp.2,- atau Rp.20,-, pada era sekarang termasuk ghairu mutaqawwam (tidak memiliki nilai).
Hal ini tentu bermasalah secara hukum karena hanya memperhatikan aspek keindahan atau keunikan. Banyak yang salah disini, karena pemberian mahar dengan nominal tersebut termasuk ghairu mutaqawwam. Uang nominal Rp.2,- tidak bisa digunakan untuk membeli barang karena nilai uang sekarang setidaknya Rp.1.000,- untuk membeli makanan ringan. Tentunya uang Rp.2,- tidak bisa dikatakan sebagai mutaqawwam (memiliki nilai). Oleh karenanya, pemberian mahar bukan karena suka atau tidak suka, indah atau tidak indah namun berdasar pada ketentuan hukum yang harus dipenuhi.
Kesimpulan
Oleh karenanya, mempertimbangkan pada hal-hal yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bawah pemberian mahar yang terbaik untuk kondisi sekarang adalah dalam bentuk uang, atau apabila berbentuk emas harus yang memiliki kadar tepat 22 karat.
Ingin Publikasi Journal di laman: JOURNAL ASYAFINA
Responses