Independensi BI dan Kesejahteraan : Dua mata uang yang harus ditegakkan

Menghidupkan Ajaran Rohani, Kisah Kisah teladan, Fikih Akhlak, Tidak Bicara, Berpikir Benar

Menghidupkan Ajaran Rohani, Kisah Kisah teladan, Fikih Akhlak, Tidak Bicara, Berpikir Benar

IDR 13,000

Informasi Lengkap

Independensi BI dan Kesejahteraan : Dua mata uang yang harus ditegakkan. Independensi Bank Indonesia akan semakin “terkikis” terlihat dari beberapa kebijakan  yang tengah dilakukan oleh pemerintah saat ini. Bank sentral yang kita harapkan sebuah institusi yang independen tanpa campur tangan dengan pemerintah kini masih pertanyakan statusnya. Menurut Murdadi (2014) Independensi Bank Indonesia saat ini masih di persimpangan jalan dengan lahirnya Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang Mata uang dan Pelaksanaan Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercermin dari cukup banyaknya kegiatan yang bersifat operasional harus dikoordinasikan dan juga jabatan ex-officio di institusi tersebut. Namun sampai saat ini sedikit dari kita yang menyadari akan hal tersebut, justru malahan banyak yang mendukung Bank Indonesia untuk dependen dengan pemerintah akibat dari tekanan makro ekonomi bertambah. Dengan fakta yang ada ini, memaksa kita untuk buka mata bahwa hanya satu-satunya pengawasan terhadap indepensi bank sentral yang dapat dilakukan untuk saat ini.

Otonomi/dependensi bank sentral adalah sebuah ilusi, penggerak utama persediaan uang adalah Pemerintah. Pemerintah menjalankan Kebijakan fiskal sering terjadi kegagalan tanpa melibatkan koordinasi kebijakan moneter yang diprakarsai oleh bank sentral. Gubernur pusat bank-bank setelah semua ditunjuk oleh pemerintah; mereka harus memantau  gerakan otoritas moneter (Hasan, 2011). Sebaliknya Wahyudi (2013) tidak menerima pernyataan tersebut, Menurut Wahyudi (2013) justru independensi bank sentral harus diwujudkan, Islam menuntut adanya independensi bank sentral dan konsistensinya kepada pencapaian target-target moneter karena sumber utama dari high powered money umumnya berasal dari pinjaman pemerintah kepada bank sentral, Tanpa ini, tentulah kebijakan moneter sulit dijalankan. Bank sentral tentulah kesulitan menolak pinjaman pemerintah selama ia berada dibawah campur tangan pemerintah.

Sementara itu, ekonom Islam pada zaman dahulu sudah jauh memikirkan tentang suply dari uang melalui sebuah lembaga yang bernama SikkahSikkah merupakan salah satu bukti bahwa sistem moneter di era kekholifahan memiliki jenjang yang lebih tinggi di era moneter sekarang. Namun, ekonomi mainstream baru memperdebatkan eksistensi bank sentral baru abad ke 16 jauh dimasa kekhalifan muslim terjadi. Menurut catatan dalam kitab muqadimah karangan Ibnu kholdun bahwa jabatan pencetakan uang logam atau lebih dikenal dengan Sikkahh mengurusi uang-uang logam (nuqud) yang dipergunakan oleh kaum muslimin dalam transaksi komersial, dengan menjaga kemungkinan terjadinya kecurangan. Kemudian jabatan itu mengurusi pencetakan tanda raja pada kepingan uang logam, sehingga menunjukkan nilai kualitas dan kemurniannya. Dari semua fakta yang telah diungkapkan diatas menarik perhatian penulis untuk lebih mendalam studi komparatif independensi bank sentral dan Sikkah dalam kestabilan moneter,dalam kajian komparatif ini mencoba menggunakan pendekatan analisis SWOT yaitu melihat kebijakan independensi bank sentral maupun Sikkah dengan kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dari kebijakan tersebut.

Baca juga : https://asyafina.com/sertifikasi-halal-kuliner-nusantara-dalam-menumpas-asymetric-information/

Independensi Bank Sentral

Kekuatan (strengths), adanya independensi bank sentral ini mampu membendung terjadinya krisis ekonomi. kebijakan ini telah diterapkan diberbagai negara, menurut data empiris menunjukkan bahwa Salah satu faktor pendukung terjadinya krisis adalah karena bank sentral tidak independen. Terbukti ketika Indonesia krisis di tahun 1997, bank indonesia masih belum independen (Andriani & Gai, 2013) hal ini dipekuat dengan temuan (Alesina & Summers, 1993a, 1993b; Bleaney, 1996; Summers, 2012) yang menunjukkan bahwa independensi bank sentral mampu mempengaruhi kinerja makroekonomi. Penelitian ini menemukan bukti bahwa kontrol politik kebijakan bank sentral memiliki dampak pada ukuran tingkat atau variabilitas pertumbuhan, pengangguran, atau tingkat bunga riil ex ante.

Independensi Bank Central

Teori pengaruh  mampu dijelaskan  melalui teori bias inflasi. Bias inflasi menggambarkan ketidakstabilan harga yang akan menentukan harga dasar dari seluruh aktifitas ekonomi. Hal ini akan mempengaruhi ekonomi melalui daya beli dari mata uang nasional. Dengan harga yang tidak stabil, masyarakat cenderung tidak yakin dengan nilai sesungguhnya dari uang mereka yang telah terpotong oleh inflasi. Selain itu, harga yang tidak stabil akan meningkatkan ketidakpastian dan menciptakan ketidakstabilan ekonomi (Andriani & Gai, 2013)

Kelemahan (weaknesses), Kebijakan ini sering disalah artikan bahwa independen seperti “negara dalam negera”, kebijakan moneter yang semula tidak ada campur tangan politik ketika mata uang berstandar komoditas, kini sangat kental dengan adanya isu politik, sehingga semua kebijakan bank sentral yang independen sangat sensitif berdampak pada kestabilan harga, dan kebijakan independensi yang murni ini sangat mustahil terjadi karena sangat sulit untuk mempertahankan konsistensi dari independensi bank sentral itu sendiri.

Peluang (opportunities), Independensi bank sentral di Indonesia ini memiliki landasan hukum UU No. 23 Tahun 1999 diubah UU. No 3 Tahun 2004 hal ini menjadi tantangan kita dalam mengawasi penerapan independensi Bank Indonesia di Indonesia, disisi lain menurut Murdadi (2014) Independensi Bank Sentral sangat diperlukan sebagai prasyarat terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, namun dalam realitanya sejak disandang tahun 1999 independensinya terkurangi melalui pengurangan kewewenangannya.

Ancaman (threats), Masalah lain yang terjadi Murdadi (2014) ketika pemerintah mendirikan otoritas lembaga keuangan seperti OJK, Setelah OJK terbentuk dan tugas pengaturan dan pengawasan bank diambil alih oleh OJK, maka salah satu pilar tugas Bank Indonesia “patah” maka tugas Bank Indonesia semakin “ringan/sedikit”, namun sebaliknya tugas dalam pengelolaan moneter sesungguhnya semakin berat karena salah satu pilar agar sistim moneter terpeliharam yakni perbankan sudah diluar wewenang Bank Indonesia. Sekedar diketahui sistem perbankan menguasai sekitar 80% sistem keuangan di Indonesia. Dalam konteks menyandang status independen, uregensi independensi Bank Indonesia sebetulnya berkurang signifikan karena selama ini dan seterusnya, intervensi paling banyak justru di dunia perbankan, ingat krisis multi dimensi tahun 1997 dimana Bank Indonesia mengucurkan BLBI sekitar Rp600 trllyun dan kewenangan untuk menyalurkan KLBI melalui perbankan, dimana skema kredit-kredit tersebut adalah kredit-kredit program pemerintah.

Dari analisis SWOT independensi bank sentral ini, ternyata masih banyak yang harus dibenahi dalam penerapannya apalagi Independensi bank sentral ini melibatkan unsur politik  yang sulit untuk dihindari. Sementara ada sisi yang harus diperhatikan dan dipertahankan dari kebijakan ini, akibat dari indepensi bank sentral ini memberikan kestabilan ekonomi  yang mampu memberikan masalahat bagi seluruh masayarakat.

Independensi Sikkah

Pada kajian Independensi Sikkah ini dilakukan secara eksplisit dan perlu proses judgmen untuk membentuk tulisan tentang Independensi Sikkah dibuktikan dengan kajian literatur yang ada, hal ini dilakukan karena keterbatasan literatur yang menjelaskan secara jelas tentang eksistensi Sikkah pada zaman khalifah. Menurut Wibisono(2018) institusi Sikkah adalah sebuah institusi negara memiliki otoritas untuk mencetak, mengatur dan mengedarkan uang. Dalam hal ini memiliki fungsi yang hapir sama dengan bank sentral. Dalam sejarah Islam, Sikkah ini terkenal ketika tahun 196 AH khalifah  Al-Ma’mun, putra al-Rashid memukul dinar emas di Mesir, beliau  menetapkan hak-hak Sikkah (hak untuk mencetak coinage) dan Khutba (hak untuk disebutkan dalam khotbah sholat Jumat) untuk penguasa / khalifah. Pada waktu itu, beberapa koin yang dicetak di Mesir berlabel Duribh Fee Misr, di mana Misr adalah Fustat saat ini, bagian yang lebih tua dari Kairo.(Amer, 1916) ditahun selanjutnya di masa kekuasaan Harun al-Rasyid (785-809) didirikan lembaga pengawas pencetakan uang koin, nadzir al-sikkah, untuk menjaga berat dan kemurnian uang koin yang beredar. Namun setelah abad ke-4 H, terjadi banyak penyimpangan dalam pencetakan dinar dan dirham baik berat maupun kemurniannya. Dari fakta ini menunjukkan bahwa pemikiran independensi terhadap lembaga yang mencetak uang/ suply dari uang sudah ada pada zaman kekhalifahan.

Kekuatan (Strengths), menurut Wibisono (2018) Sikkah memberi tanda penguasa pada kepingan uang logam untuk menunjukkan kualitas dan kemurnian-nya, Uang yang telah mendapat tanda mutu menjadi standar kemurnian yang menjadi “pedoman” di masyarakat, dan mereka mempergunakannya untuk menguji uang logam mereka. Dengan demikian, tujuan utama Sikkahh adalah untuk menghindari pemalsuan pada dînâr dan dirham yang beredar di masyarakat. Badan ini adalah satu -satunya instansi kerajaan yang memiliki wawenang untuk mengatur moneter dikala itu. Semua kebijakan yang dilakukan oleh sikkah ini melibatkan worldview islam hal ini berbeda dengan independensi bank sentral yang mungkin penerapannya memiliki pandangan yang sekuler.

Kelemahan (Weaknesses), Sikkah masih belum independen secar murni, karena sikka ini  merupakan jabatan relijius dan berada dibawah khalîfah, yang menunjukkan fungsi kontrol terhadap keseluruhan operasional pencetakan uang logam dan semua kondisi yang meliputinya. Sehingga otoritas badan ini masih terpengaruh dengan campur tangan pemerintah. dampaknya adalah kegiatan seignorage dari pemerintah saat itu  sangat rentan terjadi. (Wibisono, 2018)

Peluang (opportunities), Sikkah ini mampu pemberian cap (khatm) pada dînâr dan dirham yang digunakan dalam transaksi komersial, namun disini terdapat tantangan juga bahwa menurut Islahi (2013) meskipun pada masa kekhalifahan di mesir menggunakan  dinar dan dirham terdapat banyak kontroversi dinar emas. Dimana pada abad 15 di mesir mengalami krisis finansial dan ekonomi, studi empiris dari masa lalu telah menunjukkan bahwa tidak ada jaminan bahwa emas uang akan berhasil dalam memperbaiki keadaan pada masa itu akibat dari ketergantungan pada masalah uang fulus, dinar dan dirham..

Ancaman (Threats), dengan adanya seignorage secara besar bsaran oleh pemerintah maka akan rentan terjadinya krisis ekonomi seperti yang terjadi di mesir (Islahi, 2013) pada kasus  di mesir menunjukkan bahwa terjadi permasalahan pada suply of money dimana fulus (koin tembaga) tersebar luas tak terbatas, sehingga mendominasi mata uang  pada saat itu. Pada akhirnya Ekspansi uang tembaga(fulus) tanpa batas mengakibatkan inflasi tinggi.

Kesimpulan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara indepedensi Bank Sentral dan Sikkah, meski kedua ini memiliki fungsi yang sama yaitu otoritas untuk mencetak, mengatur dan mengedarkan uang dan fungsi moneter lainnya namun dalam kinerjanya memiliki otoritas yang berbeda. fungsi kedua badan ini mengalami penyesuaian dan pengembaangan sesuai dengan perkembangan zaman, kemudian kedua badan ini juga masing-masing masing memiliki titik  kelebihan dan titik kekurangan masing-masing.



DAFTAR PUSTAKA

Alesina, A., & Summers, L. H. (1993a). Central Bank Independence and Macroeconomic Performance: Some Comparative Evidence. Journal of Money, Credit and Banking25(2), 151. https://doi.org/10.2307/2077833

Alesina, A., & Summers, L. H. (1993b). Central Bank Independence and Macroeconomic Performance: Some Comparative Evidence. Source Journal of Money, Credit and Banking25(2), 151–162. Retrieved from http://www.jstor.org/stable/2077833

Amer, G. (1916). A Numismatic Journey Through Egyptian History.

Andriani, Y., & Gai, P. (2013). The Effect Of Central Bank Independence On Price Stability: The Case Of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan15(4), 367. https://doi.org/10.21098/bemp.v15i4.72

Bleaney, M. (1996). Central bank independence, wage-bargaining structure, and macroeconomic performance in OECD countries. Oxford Economic Papers48(1), 20–38. https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.oep.a028559

Hasan, Z. (2011). Money creation and control from Islamic perspective (RPRT). University Library of Munich, Germany. Retrieved from https://econpapers.repec.org/RePEc:pra:mprapa:28366

Islahi, A. A. (2013). Economic and Financial Crises in Fifteenth-Century Egypt: Lessons from the History. Islamic Economic Studies21(2), 71–92. https://doi.org/10.12816/0001559

Murdadi, B. (2014). Independensi Bank Indonesia di Persimpangan Jalan, 9(1), 1–15.

Summers, L. H. (2012). Central Bank Independence and Macroeconomic Performance : Some Comparative Evidence. Journal of Money, Credit and Banking25(2), 151–162. https://doi.org/10.2307/2077833

Wahyudi, A. (2013). KEBIJAKAN MONETER  BERBASIS PRINSIP-PRINSIP ISLAM. Justitia, (Vol 10, No 1 (2013)). JOUR. Retrieved from http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/justitia/article/view/126

Wibisono, Y. (2018). Teori Moneter Islam Uang dalam Perspektif Islam. Depok.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Click here to login or register