Bagaimana hukum mata uang digital dalam Islam?

Bagaimana hukum mata uang digital dalam Islam?-transaksai mata uang digital kali ini sudah sangat berkembang di masyarakat, kita tahu banyak perdebatan penggunaan teknologi ini.

debagian besar ulama telah memberikan fatwa tentang uang digital utamanya bitcoin adalah haram hukumnya, mata uang yang resmi memang dikeluarkan  oleh pemerintah. adanya isu kepercayaan yang mengeluarkan siapa menjadi salah satu masalah dalam penerapan mata uang ini.

Dalam kajian  fiqh muamalah, transaksi Bitcoin sebenarnya menggunakan akad Sharf. akad ini merupakan sebuah akad jual beli mata uang dengan mata uang. akan shorof dapat dilakukan dengan mata uang sejenis maupun yang tidak sejenis, seperti jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, atau emas dengan perak.

akad ini sangat strick dan sensitif sobat. bagaiman tidak ? akad Sharf harus memenuhi rukun dan syaratnya yaitu,

1.Proses Serah terima (taqabudh) sebelum berpisah diri; harus kontan ditempat sobat Berlaku untuk mata uang  sejenis maupun tidak, bayangin jika tidak kontan maka

  • akad akan mengandung riba nasiah;
  • akad akan menjadi fasid (Hanafiah) atau batal (jumhur ulama)

2. Hnaya berlaku untuk mata uang  sejenis, Kesamaan ukuran jika kedua barang satu jenis; syarat ini memberlakukan  timbangan/takaran harus sama persis tidak boleh ada selisih, meskipun secara kualitas dan bentuk berbeda

3. Akad Sharf tidak ada hak khiyar syarat; mengapa begitu ? khiyar syarat merupakan jeni khiyar dimana penjual dan pembeli atau salah satunya meletak-kan syarat memilih sampai masa tertentu untuk meneruskan atau membatalkan akad. nah bayakan kan kalau kita menangguhkan? Tidak diperbolehkan adanya khiyar syarat bagi salah satu maupun kedua pihak yang melangsungkan akad;

4. Akad sharf harus dilakukan secara kontan, Tidak boleh ada penangguhan waktu dalam akad sharf baik dari salah satu pihak maupun keduanya;  jika terdapat jeda waktu maka akad tersebut menjadi fasid / batal.

Akad ini terispirasi dari hadist rosulluulah berkaitan dengan barang ribawi yang memiliki syarat dan kondisi yang ketat. Hadist ini merupkan hadist riwayat Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

الذَهبُ بِالذَّهَبِ وَالفِضَّةُ بِالفِضَّةِ وَالبُرُّ بِالبُرِّ والشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالمِلْحُ بِالمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأصْنَافُ فَبِيْعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدً بِيَدٍ

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, masing-masing harus serupa, masing-masing harus sama, diserahkan dari tangan ke tangan. Jika jenis barang ini berbeda-beda, maka juallah sesuai dengan keinginan kalian selama diserahkan dari tangan ke tangan

 Hadist diatas telah ditafsirkan olehh mayoritas ulama bahwa barang ribawi diberlakukan hukum riba karena memiliki status sebagai alat tukar dan alat ukur nilai benda lainnya. Sehingga dalam kondisi tersebut bukan terfokus pada nilai instrinsik/ nilai nominal yang ada pada mata uang.

melainkan pada era sekarang benda tersebut diutamakan nilai ekstrinsiknya pada nilai  kegunaan barang ribawi tersebut. inget barang ribawi diatas memiliki 7 macam ya. masing masing jika kita analisis ilah nya merupakan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat berupa makanan pokok dan barang tambang yang memiliki upaya dalam memperolehnya

Bagaimana hukum mata uang digital dalam Islam?
Bagaimana hukum mata uang digital dalam Islam?

berkaitan dengan mata uang digital sebenanrnya keinginan untuk upgrade menuju teknologi yang efisien  sudah dilakukan pada masa kholifaur rosyidin sobat. Kholifah Umar bin Khattab pernah berkeinginan membuat uang dari kulit unta sobat,

Namun upaya ini dibatalkan karena dikhawatirkan  masyarakat akan berlomba -lomba mengumpulkan unta yang banyak sehingga unta akan punah dan.  Hadis tersebut mengisyaratkan bolehnya menjadikan suatu hal selain emas dan perak sebagai alat tukar.

Berdasarkan DSN-MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Sharf) terdapat syarat dan ketentuan yang lebih detail terkait akad ini,yaitu  tidak untuk spekulasi (untung-untungan), tujuan akad  ini untuk kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan),

kemudian syarat selanjutnya syaratnya hampir sama dengan yang dijelaskan sebelumnya yaitu  apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (taqanudh), dan apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

konteknya dengan bitcoin sebagai mata uang digital transaksi Bitcoin menukarkan antar mata uang Bitcoin bisa dilakukan dan dpat memenuhi persyaratan diatas. hukum fiqh menurut Al-Ghazali bahwa syarat-syarat suatu benda dapat dikatakan sebagai uang yaitu, uang tersebut dicetak dan diedarkan oleh pemerintah, pemerintah menyatakan bahwa uang tersebut merupakan alat pembayaran yang resmi di suatu wilayah, dan pemerintah memiliki cadangan emas dan perak sebagai tolak ukur dari uang yang beredar.

Sehingga, transaksi Bitcoin Jika kitta analisis tidak memenuhi ketiga syarat tersebut untuk disebut sebagai alat pembayaran. sehingga MUUI juga mengharamkan bitcoin ini salah satu penyebab uang yang sah adalah rupiah , dan mendukung pemerintah dan BI melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menggunakan mata uang virtual melalui peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016.

Penutup

terakhir, mata uang digital bitcoin berpotensi terhadap penyalahgunaan cukup besar sehingga transaksi bitcoin masih memiliki potensi ke mudharatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan yang didapat. sebagai mana terlah dijelaskan dalam  kaidah fikih yaitu “Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan”.

Baca juga:

ingin publikasi jurnal dilaman: Asyafina Jurnal

 

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Click here to login or register