Alon-Alon Seng Penting Kelakon: Kesabaran dalam Relationship

Alon-Alon Seng Penting Kelakon: Kesabaran dalam Relationship

by Nurfala Safitri (email: nurfalasafitri@asyafina.com)

Biar mudah dipahami, kita pakai istilah “relationship”. Harus kita sadari bahwa semua hal yang terjadi melalui proses termasuk dalam  menjalin hubungan. Ketika baru kenal ga mungkin langsung menyapa dengan kata sayang, cinta, darling dan lainnya. Faktanya hal itu malah bikin orang risih.. kenapa? Karna dalam relationship perlu banget proses seperti mengenalkan diri kita ke orang yang kita jadikan target. istilah ini dalam jawa disebut Alon-Alon Seng Penting Kelakon: Kesabaran dalam Relationship.

Inch by inch…

Begitupun Ketika kita ingin mengenalkan ekonomi islam kepada semua orang karna tidak semua orang paham tentang islam apalagi ekonomi islam sebagai salah satu bagian dari islam.

Secara historis, Alquran sebagai media dalam menyampaikan ajaran agama islam juga diturunkan secara bertahap di mekah dan Madinah.

Baca juga : https://asyafina.com/urusan-kuliah-ptn-yang-wajib-kamu-ketahui-sebagai-santri/

Ayat yang diturunkan di kota mekkah identik dengan ayat pengenalan, tentunya belum membahas tentang halal dan haram. Perlu diketahui juga butuh waktu kurang lebih 13 tahun proses penurunan ayat di kota mekkah yang hanya membahas tentang aqidah dan akhlak.

Alon-Alon Seng Penting Kelakon: Kesabaran dalam Relationship
sumber: unsplash.com

 

Ada hal yang menarik dalam historis al-qur’an, yang paling penting adalah sebuah proses. Bayangkan saja jika Ketika islam datang dan lansung membuat ketentuan haram dan halal dengan ketat tentunya umat pada saat itu tidak mau patuh. Kenapa? Balik lagi ke konteks proses tadi, tiba-tiba dipanggil sayang aja ga mau, apalagi disuruh ini dan itu.

Sama halnya dengan penyebaran ekonomi islam, ekonomi islam yang secara substansialnya adalah ekonomi seluruh umat (bukan Cuma umat islam loh) namun tidak semua orang menyakini hal tersebut.

Lalu kenapa? Siapa yang salah? Tidak ada yang salah, hanya saja pemahaman tentang hal itu yang belum didapatkan.

Logikanya, jangankan mengakui tentang ekonomi islam yang harus terbebas dari Maghrib (Maysir, gharar dan riba) yang terkandung dalam al-qur’an, bahkan tidak semua umat pun mengakui tentang al-qur’an. Jangankan mengikuti larangan mendekati riba

, bahkan umat lain juga tidak mengakui yang memberikan larangan. Hal ini harusnya menjadi main point bagi kita semua, bahwa permasalahannya dikeyakinan.

Lalu bagaimana caranya? Mari kita focus ke  persamaannya saja. Jika kita sudah tahu bahwa tidak semua orang membaca al-qur’an, maka jangan pernah membawakan al-qur’an sebagai media utama dalam menyampaikan tentang islam.

Jika semua orang tidak menyembah allah, maka jangan pernah mengatasnamakan allah dalam menyampaikan tentang islam. Focus ke persamaan masalah yang sama-sama diharapkan oleh semua umat (bukan hanya umat muslim) yaitu masalah ekonomi.

Related Articles

Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Click here to login or register